TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR — Pada Selasa (29/3/2022), Dompet Dhuafa Jawa Timur kembali melaksanakan pelatihan penguatan SDM petani di wilayah Desa Bono, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Kegiatan ini dihadiri oleh 14 peserta yang semuanya petani muda. Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas petani muda dalam mengembangkan budidaya belimbing organik di wilayah Tulungagung.

Dari data yang dihimpun oleh kelompok tani setempat, penyerapatan pasar buah belimbing melalui pengelolaan desa wisata per bulan mencapai 8 ton, akan tetapi saat ini masih terkendala kekurangan buah, sehingga sebagian petani mendatangkan belimbing dari tempat lain.

“Ini PR kita semua, belimbing Tulungagung memiliki kekhasan sangat manis ini harus dijaga,” sebut Udin (47) selaku Petani Senior Belimbing di wilayahnya.

Ia melanjutkan, “Saya menyadari bahwa akan ada waktunya regenerasi petani, maka saya berharap melalui kegiatan pelatihan ini mampu melahirkan kader-kader petani muda yang handal. Melek teknologi dan tetap menjaga kelesetarian alam dengan menerapkan budidaya pertanian yang ramah lingkungan”.

Senada dengan pandangan Udin, Kholid Abdillah selaku Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Jawa Timur, mengungkapkan, “Jangan malu menjadi petani, kita harus bisa berinovasi dan kreatif. Dompet Dhuafa berkomitmen mendampingi para petani muda untuk berdaya dan harapannya setelah nanti berhasil, petani yang didampingi saat ini juga mampu mengajak petani muda lainya untuk berdaya di bidang pertanian, khususnya budidaya belimbing organik “. (Dompet Dhuafa / Jawa Timur)

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR — “Program pengembangan belimbing organik ini juga kita melibatkan praktisi yang sudah ahli di bidang pertanian organik, bersama kelompok tani Artha Mandiri yang dulunya juga adalah dampingan program Dompet Dhuafa. Kami komitmen berjuang bersama petani untuk meningkatkan pendapatan. Hal mendasar yang perlu kita benahi adalah SDM,” terang Rizzqi (33) selaku koordinasi program Dompet Dhuafa Jatim.

Ya, Dompet Dhuafa Jawa Timur mengadakan sosialisasi program pengembangan budidaya belimbing organik kepada petani muda di Desa Bono, Kecamatan Boyolangu Tulungagung. Alhamdulillah, sebanyak 11 petani muda yang berasal dari Desa Bono, Waung, dan Moyoketen, antusias mengikuti kegiatan ini.

Kegiatan sosialisasi ini merupakan rangkaian tahapan dari pelaksanaan program pengembangan pertanian belimbing yang rencananya akan terlaksana di Wilayah Tulungagung. Selain sosialisasi, dalam rangka untuk menguatkan komitmen bersama maka dilakukan juga proses penandatanganan kerjasama antara Dompet Dhuafa bersama petani muda binaan.

“Alhamdulillah, kulo remen bianget, mugi-mugi usana bersama niki angsal kasil sae. Saget damel perantara lek kulo pado kasehteraan,” aku Yopi (31) salah satu peserta program. (Dompet Dhuafa / Jawa Timur)

BANDUNG, JAWA BARAT — Status Indonesia sebagai negara agraris tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan para petani sebagai ‘tulang punggung’ ketersediaan pangan nasional. Kondisi ini terjadi lantaran berbagai hal, salah satunya pola pertanian di Indonesia yang mayoritas masih konvensional dan kurangnya literasi para petani guna memaksimalkan potensi lahan pertanian.

Padahal, profesi sebagai seorang petani di Indonesia merupakan peluang besar untuk mendapatkan keuntungan yang melimpah. Hal ini disadari oleh Mamat Rahmad (41) seorang petani binaan Desa Tani Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, besutan Dompet Dhuafa Jawa Barat. Keinginan yang tinggi untuk menggarap pertanian berbasis keilmuan, membuat Mamat sangat bersemangat untuk mengikuti program ini.

“Bertani itu  pakai ilmu, kalau dulu orang tua kita bertani hanya sekedar menanam dan panen dengan hasil pas-pasan, seharusnya zaman modern seperti sekarang kita bisa dapat hasil lebih kalau bertani menggunakan ilmu. Hasil meningkat, tanah pun tidak rusak karena pola-pola yang seharusnya tidak benar seperti terlalu banyak menggunakan bahan kimia tanpa ukuran jelas,” ujar Mamat yang hangat disapa Mamang.

Potensi keuntungan bukan satu-satunya yang mendorong Mamat ingin meneruskan kiprah orang tuanya menjadi seorang petani. Baginya, menjadi seorang petani merupakan terapi penyembuhan paling efektif bagi dirinya. Sebelumnya, Mamat selama 11 (sebelas) tahun terus beralih profesi di Kota Bandung hingga dirinya pernah terjatuh dalam dunia gelap narkotika. Bahkan, menurut pengakuannya, ia sudah 2 (dua) kali mendekam di hotel prodeo karena kedapatan mengkonsumsi zat-zat terlarang.

“Ssebelas tahun dulu saya pindah-pindah tempat kerja ikut orang lain, sampai saya pernah masuk penjara karena kedapatan memiliki narkoba sampai 2 (dua) kali. Setelah itu saya berpikir lebih nyaman kembali ke kampung menjadi petani seperti orang tua dulu. Hati tenang, pikiran tidak pusing, badan saya juga jadi sehat karena tidak menggunakan narkoba lagi. Dengan kegiatan sehari-hari menggarap lahan saya selalu bergerak dan cepat lepas dari ketergantungan narkoba,” jelas Mamat.

Kebangkitannya dari dunia kelam menjadi seorang petani hortikultura tidak serta merta mulus tanpa hambatan. Kurangnya modal untuk memiliki lahan pribadi dan sarana lain seperti bibit, pupuk, dan lain-lain membuat Mamat harus memutar otak demi menjalankan tekatnya. Sempat Mamat memutuskan untuk menggadaikan rumahnya untuk modal membuka lahan pertanian. Namun hal itu justru tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan.

“Saya awal-awal gadaikan surat rumah untuk memulai bertani, saya pikir dengan adanya hasil panen nanti mampu membayar pinjaman tersebut dan menutupi kebutuhan sehari-hari. Tapi ternyata hasil panen tidak menentu dan hasilnya saya harus memutar otak kembali untuk menutupi semuanya. Ya, namanya harga pasar tidak menentu kan, cuaca juga tidak bisa diprediksi, itu buat tanaman kita dilahan terbuka cepat rusak dan gagal panen,” sambungnya.

Namun sekarang Mamat bisa kembali tersenyum dan mendapatkan apa yang selama ini dia dambakan. Pertemuannya dengan Kang Ade salah satu kader Desa Tani Dompet Dhuafa Jawa Barat merubah segala bentuk dinamika yang dirasakan. Berkat sokongan dari Prudential, Mamat bisa bercocok tanam dibawah Green House dan mendapatkan pendampingan secara penuh dari Dompet Dhuafa Jawa Barat serta sarana pendukung seperti bibit, pupuk, hingga lahan garapan itu sendiri.

“Kalau pakai Green House tanaman jadi lebih aman walaupun cuaca tidak menentu, kita bekerja juga lebih teduh. Dengan ukuran Green House 250 (dua ratus lima puluh) meter persegi seperti ini hasilnya bisa sebanding dengan 1000 (seribu) hektar lahan pertanian terbuka bahkan lebih. Ditambah kita diajarin juga disini gimana caranya membuat pupuk yang benar, pemilihan jenis tanaman, cara merawat, sampai dicarikan pasarnya untuk menjual hasil panen,” jelasnya.

Keyakinan serta ketekunan Mamat untuk meningkatkan kemampuan dibidang pertanian menjadikannya kini sudah mampu memiliki lahan pribadi. Diusia yang terbilang tidak muda lagi, Mamat tidak sungkan untuk bertanya dan belajar kepada generasi milenial untuk mengasah kemampuannya dalam bertani. Hari ini Mamat mungkin sudah bisa dikatan sebagai petani modern yang sukses di Kecamatan Lembang.

“Alhamdullilah cicilan dulu sudah hampir selelsai dari hasil tani ini, kebutuhan keluarga sehari-hari juga cukup, saya juga sudah punya lahan pribadi walaupun tidak besar dari hasil menabung disini. Itulah yang saya bilang bertani pakai ilmu, bumi pun kasih kita lebih,” pungkas Mamat sebelum melanjutkan aktivitasnya di Green House.

Aca Sujana selaku Staff Program Pendidikan dan Ekonomi Dompet Dhuafa Jawa Barat, mengatakan, “Melalui program Desa Tani kita tidak hanya memberikan sarana produksi seperti bibit tapi kita juga membangun sarana lain seperti Green House untuk meningkatkan hasil produksi. Paling terpenting juga kita memberikan pendampingan secara penuh untuk mengedukasi para petani agar lebih modern dan mampu mendatangkan keuntungan lebih dari pertaniannya. Bahkan kita juga menyiapkan pasar untuk menampung hasil pertanian mereka agar tersalurkan”. (Dompet Dhuafa / Arlen)

SOLOK, SUMATERA BARAT — Kabupaten Solok, wilayah Nagari Sirukam terpilih menjadi Desa Wisata Kopi yang digagas oleh Dompet Dhuafa Cabang Singgalang dan Universitas Andalas pada Rabu (16/12/2020). Merupakan agenda kerja sama dalam program ‘Pengabdian Masyarakat Berkelanjutan’.

Tim pengabdian masyarakat Universitas Andalas yang diketuai oleh Aadrean, menggandeng praktisi dan pelatih ekowisata nasional Ritno Kurniawan, untuk menggali kondisi, potensi serta langkah kelanjutannya. Tim ini mengunjungi kebun kopi, mengobservasi dan berinteraksi dengan petani, kelompok tani, hingga Wali Nagari Sirukam.

Berdasarkan pengamatannya selama berkunjung ke Sirukam, Ritno Kurniawan salah seorang praktisi Ekowisata menyatakan bahwa Sirukam ini layak menjadi desa wisata, ada kebun kopi dan dekat dengan gunung Talang.

“Rumah-rumah gadang warga bisa dijadikan home stay, dan banyak program dan paket wisata lain yang bisa dibuat,” jelas Ritno.

Sebelumnya Dompet Dhuafa Singgalang mengadakan program pemberdayaan petani kopi yang telah dilakukan sejak tahun 2019. Saat ini kebun kopi dikelola oleh kelompok petani Cirubuih Indah Nan Jaya seluas sekitar 50 hektar dengan anggota 39 orang. Kelompok Tani dengan pendampingan dari Dompet Dhuafa Singgalang ini mengharapkan pengembangan dan diversifikasi usaha untuk memberikan dampak yang lebih luas ke masyarakat.

Dengan terlihatnya kondisi hasil yang positif dalam usaha petani kopi, Dompet Dhuafa Singgalang dan kelompok tani berencana mengembangkan bentuk usaha berupa menjadikan kawasan tersebut menjadi tempat ekowisata. Dalam hal ini Dompet Dhuafa Singgalang sudah memberikan jargon untuk kawasan ini disebut sebagai Desa Kopi.

Adris Pelandri selaku Ketua Kelompok Tani setempat yang merupakan penerima manfaat program ekonomi pemberdayaan kopi arabika Dompet Dhuafa SInggalang, siap untuk mendukung kegiatan pengabdian Unand. Serta Yon, salah seorang pengurus kelompok sangat antusias dengan rencana pengembangan ini, dan mempersilahkan lahannya untuk digunakan jika dibutuhkan untuk pengembangan lokasi dan fasilitas. Ketua Kelompok Tani sangat senang dengan rencana ini.

“Kami ingin sekali mewujudkannya, tapi ilmunya belum ada kami miliki,” kata Adris.

Disamping itu, pertemuan ini disambut baik oleh Wali Nagari Sirukam beserta jajaran, LPM, dan Ketua Pemuda Nagari Sirukam. Warga Sirukam akan sangat terbantu jika Desa Wisata Kopi ini segera terwujud.

“Bahwa yang paling dibutuhkan itu adalah SDM yaitu pemuda yang memiliki semangat dan kemauan yang kuat untuk mewujudkan itu,” imbuh Ritno. (Dompet Dhuafa / Singgalang / Fajar)

SOLOK, SUMATERA BARAT — Sirukam, adalah sebuah Nagari (Kecamatan) yang terletak di Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Wilayah perbukitan tersebut, berada pada ketinggian 1.300 MDPL dengan suhu udara rata-rata 16 derajat celcius. Dalam bahasa Minang, Sirukam, diyakini berasal dari kata ‘Suruakkan’ yang berarti ‘Sembunyi’.

“Zaman penjajahan dulu, Nagari Sirukam memang menjadi salah satu tempat persembunyian dan perlindungan yang aman bagi pribumi. Dari situlah dinamakan Sirukam,” ungkap Abdul Rahman, Pendamping Program Unit Solok Dompet Dhuafa Cabang Singgalang.

Nagari Sirukam memiliki jarak 35 kilometer dari pusat Kabupaten Solok atau dapat ditempuh dengan waktu sekitar satu jam perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat. Menuju Sirukam, perjalanan juga dilalui dengan kelok berliku dan tanjakan.

Ya, di bukit persembunyian tersebut, terdapat banyak potensi alam yang tersembunyi pula. Sepanjang perjalanan, suguhan pemandangan alam hijau seperti sawah dan kebun banyak terdapat di sana. Mulai dari tanaman Padi, Bawang, Jagung hingga Kopi, tumbuh subur di sana. Kopi Arabica Solok kian menjadi komoditas unggulan nan banyak peminatnya.

“Tak hanya kopi robusta, jenis arabica juga menjadi salah satu komoditas unggulan Kabupaten Solok, yang diperluas area tanamnya di daerah dataran tinggi Sirukam,” seru Abdul.

Berangkat dari hal tersebut, Dompet Dhuafa melihat, mencari, juga menggulirkan rekomendasi program pemberdayaan ekonomi zakat produktif melalui Call For Proposal Project Dompet Dhuafa Cabang Singgalang.

Dompet Dhuafa terus berupaya untuk memandirikan para penerima manfaatnya dengan prinsip ‘dari mustahik menjadi muzaki’. Hingga pada 2018, Dompet Dhuafa Cabang Singgalang melakukan assesment pada pengembangan pertanian kopi di Sirukam, Solok, untuk menebarkan luasnya manfaat bahagia berzakat bagi para penerima manfaat maupun para donaturnya.

“Jadilah di 2019, Dompet Dhuafa menggulirkan program pemberdayaan pada Kelompok Tani Sirubuih Indah Nan Jaya, dengan anggota kelompok berjumlah 25 orang. Berupa penyediaan fasilitas kelompok mulai dari bibit hingga tempat pengolahan pasca panen (pulper house, rumah pengeringan, huller, gudang). Tentunya juga menyediakan peran pendampingan dan pembinaan bersama mitra Koperasi Solok Radjo selama 1-2 tahun, membantu dalam pemasaran hingga pengolahan limbah menjadi pupuk kompos,” terang Hadie Bandarian, selaku Pimpinan Dompet Dhuafa Cabang Singgalang, pada Selasa (17/12/2019).

Pada Rabu hingga Jum’at (18-20/12/2019), Tim Dompet Dhuafa kembali menulusuri lokasi pemberdayaan pertanian kopi di Jorong (Desa) Kubang Nan Duo, Nagari Sirukam, untuk menilik para perawat hasil alam dibalik potensi tersembunyi dari bukit persembunyian tersebut. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)

SOLOK, SUMATERA BARAT — Kabut pagi khas perbukitan menyelimuti rimba wilayah Nagari (Kelurahan) Sirukam, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok. Matahari masih tertutup. Tanah merah yang becek tak membuat langkah kaki Samsinar (57) berhenti. Menuju perkebunan, wanita paruh baya itu menelusuri ladang kopi-nya yang masih basah dari warisan hujan, Rabu (18/12/2019).

Usai menjalankan ibadah Dzuhur, asap panas dari secangkir kopi seduhan Samsinar, melengkapi suasana siang hari nan dingin itu. Perbincangan sederhana bersama Tim Dompet Dhuafa di sebuah pondok kayu itupun, membawa pada sebuah alur memori semangat juangnya. Bagi Samsinar, merawat tanaman kopi itu bak merawat anak sendiri. Melakukan dengan teliti, setiap hari, dan sepenuh hati dalam berbagai kondisi.

“Sebelum pondok yang sekarang ini ada, kami (Samsinar dan suami) cari kayu untuk membuat pondokan kecil. Ditutup pakai plastik sebagai atap, untuk berteduh dan istirahat dari panas dan hujan,” kenang Samsinar.

Ia menceritakan salah satu momen terhujam hujan yang lebat disertai angin kencang ketika bertani. Air masuk ke dalam pondok. Atap plastik rusak, diganti, sobek lagi. Hingga pondok kecil andalan di tengah kebun kopi Jorong (Desa) Kubang Nan Duo itu roboh diterjang badai.

“Saya sudah kebasahan dalam kondisi lelah dan sangat ngantuk. Saya cuma bisa nangis karena sudah sangat kedinginan,” tutur Samsinar.

“Biaya sudah habis, tentulah saya juga tidak sanggup kedinginan. Tapi saya tetap ke ladang terus dan tidak ingin berhenti. Hingga berdirilah pondok ini yang lebih besar dan kokoh,” lanjutnya.

Sebelum bertani kopi, Samsinar berkegiatan di hutan sebagai pengangkut batu dan kayu bakar. Mawi, suaminya, berdagang ayam. Hingga pada 2014, Samsinar dan suami hijrah bertani kopi atas rekomendasi menantunya yang turut membantu mencari informasi terkait hal tersebut. Menurutnya, sangat susah hidupnya dulu di kampung, mereka berpikir semakin lama makin tua dan mungkin tenaga juga melemah dengan kegiatan sebelumnya.

“Itulah kami buka lahan ini untuk ladang kopi. Mengawali dengan membuka lahan seluas 1/4 hektar. Dengan harapan masa depan tidak susah nantinya. Namun kami di cemo’oh masyarakat sekitar. Orang-orang menganggap kehidupan kami yang sekedarnya tapi mau buka lahan seluas itu. Pikir mereka mana kami sanggup,” seru Samsinar.

Seraya menghabiskan tetes-tetes terakhir kopi yang diseduhnya, Samsinar bertutur, “Ya Allah, Ya Tuhan.. Semoga berhasil besok biar jadi contoh orang banyak. Supaya orang-orang yang seperti kita dulu tidak susah juga hidupnya”. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)

SUBANG — Terik matahari siang itu, Rabu (13/11/2019), tak menyurutkan semangat 32 orang senior citizen, anggota GERLI (Gerakan Relawan Lansia Indonesia), untuk menjelajahi beberapa area Perkebunan Wakaf Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa yang berada di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Jawa Barat.

Kegiatan tersebut dalam rangka aktifitas rutin dari Program Care Visit Dompet Dhuafa yang kali ini berkolaborasi bersama GERLI. Melalui program ini, Dompet Dhuafa berupaya selalu mengingat kembali tentang rasa syukur melalui pengenalan programnya dan dapat bertemu langsung dengan para penerima manfaatnya.

Dengan tajuk ‘Dancing Fruit’, rangkaian kegiatan Care Visit kali ini menggambarkan rasa syukur dan bahagia di usia lanjut dari para anggota GERLI yang juga sekaligus sebagai donatur Dompet Dhuafa. Mereka merasakan langsung aktifitas di kebun wakaf pemberdayaan sembari memetik Buah Naga dan Nanas dari pohonnya, juga berinteraksi dengan masyarakatnya.

“Berbagi kebaikan antar sesama tentunya tidak mengenal batas usia. Kita pun harus selalu bersyukur atas segala nikmat sehat, mengingat di tempat lain tidak seberuntung yang lain di usia lanjut,” papar Yuniarko selaku Direktur Wakaf Dompet Dhuafa dalam sambutannya.

“Merugi orang yang selalu berkeluh kesah, bahagialah,” tambah Yuniarko.

Setelah memetik dan menikmati suguhan olahan buah hasil kebun, para rombongan melanjutkan perjalanan menuju Maribaya Lembang, Bandung. Disana terdapat pula Desa Tani, lahan pertanian program pemberdayaan Dompet Dhuafa seluas 1,2 hektar, yang menghasilkan sayur-mayur.

Manager Customer Care Management Dompet Dhuafa, Rina Hutari, mengungkapkan, “Kami sadar bahwa beliau adalah orang tua kita juga, bahkan bagian dari berdirinya Dompet Dhuafa hingga saat ini. Sehingga beliau-beliaupun perlu tahu luasnya manfaat dari ziswaf, serta dapat berinteraksi langsung dengan penerima manfaat program pemberdayaan Dompet Dhuafa.

Perkebunan Wakaf Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa di Subang, merupakan salah satu program pemberdayaan yang memiliki lahan seluas 10 hektar. Tak hanya perkebunan buah, disana terdapat area peternakan juga rumah-rumah produksi sebagai pabrik olahan hasil kebun.

Seusai kegiatan, dr. Ririn selaku Ketua GERLI, mengungkapkan kebahagiaan atas pelayanan dan keramahtamahan Dompet Dhuafa terhadap GERLI. “Ungkapan terima kasih dan bahagia terus berdatangan dari teman-teman GERLI. Care Visit Subang membahagiakan dan memuaskan, Alhamdulillah. Penasaran, kami ingin kembali berkunjung saat panen nanti, insya Allah. Selain itu, berada di udara sejuk sangat baik bagi kesehatan,” ungkap dr. Ririn. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)

SUBANG — Tiga puluh blogger asal Bandung, ramai-ramai mendatangi kebun Kawasan Indonesia Berdaya di Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Kamis (17/10/2019). Di kebun Indonesia Berdaya, para blogger mengikuti acara “Blogger MeetUp,” sekaligus melakukan study tour tentang pengelolaan aset-aset wakaf oleh Dompet Dhuafa. Dengan mengunjungi kebun secara langsung, para blogger mengaku mendapatkan pemahaman lebih mendalam. Selain itu, mereka juga dapat merasakan manfaatnya secara langsung.

Indonesia Berdaya adalah program Dompet Dhuafa dalam membantu para petani dan masyarakat kurang mampu dalam menjalankan usahanya yang tersebar di sejumlah wilayah. Saat ini, Indonesia Berdaya sudah bejalan di Subang, Jawa Barat, sejak pembebasan lahan kebun seluas 10 hektar pada 2014 lalu. Melalui program Indonesia Berdaya, Dompet Dhuafa berikhtiar membangun masyarakat secara produktif dengan aset wakaf dan dana zakat dari masyarakat.

Di sela-sela acara “Blogger Meet Up,” Dompet Dhuafa membentuk sesi diskusi bersama para blogger. Melalui kemasan talkshow, Bobby P. Manullang dari direktorat wakaf Dompet Dhuafa dan Kamaluddin dari direktorat program Dompet Dhuafa, memberikan pemaparan mengenai program tersebut.

Selaku General Manager Wakaf Mobilization Dompet Dhuafa, Bobby P Manullang menyebutkan, Dompet Dhuafa sebagai nazir wakaf memiliki banyak aset wakaf. Aset wakaf tersebut didapat dari para dermawan yang mempercayakan Dompet Dhuafa untuk menjaga dan mengelolanya. Sehingga manfaatnya dapat terasa luas oleh masyarakat. Tidak sampai di situ, Dompet Dhuafa menjadikan aset wakaf sebagai hal yang mempunyai nilai produktif dan berkelanjutan.

“Dompet Dhuafa dalam mengelola aset dan dana wakaf, tidak hanya menjaga agar aset tersebut tidak berkurang. Namun juga menjadikannya wakaf yang produktif. Manfaatnya dapat menjadi lebih luas lagi dan juga selalu berkelanjutan, tanpa mengurangi nilai pokoknya,” terang Bobby.

Bobby menyebutkan, Dompet Dhuafa mengelola wakaf dalam empat sektor. Pertama kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sosial. “Termasuk Indonesia Berdaya di Subang ini, masuk di sektor ekonomi,” sebutnya.

Selain Indonesia Berdaya, Dompet Dhuafa membangun swalayan dari dana dan aset wakaf untuk memfasilitasi pemasaran produk-produk UKM binaan Dompet Dhuafa. Selain itu, ada Home Stay, ruko-ruko, virtual office, pabrik atau industri dan ada beberapa lainnya.

“Semua itu berasal dari aset dan dana wakaf untuk dikembangakan, tanpa mengurangi nilai pokoknya,” lanjutnya.

Kamaluddin, selaku Manajer Divisi Ekonomi Dompet Dhuafa, juga pendamping Indonesia Berdaya menjelaskan, di Indonesia Berdaya yang sangat diutamakan adalah para petani atau pekebun dan peternaknya. Untuk itu, harga penjualan di pasar, sangatlah dijaga. Supaya tetap stabil dan ada nilai lebihnya.

“Di sini yang ditanam oleh para pekebun kita adalah nanas dan buah naga. Di belakang ada peternakan yang biasanya diperuntukkan program Tebar Hewan Kurban. Supaya para petani atau pekebun tersebut, mendapatkan kesejahteraan. Sehingga kami jaga harga agar selalu stabil. Untuk menjaga harga, yang kami lakukan adalah menjaga mutu dan kualitas. Mungkin kita pernah mendengar kalau buah naga terkadang harganya jatuh. Namun, alhamdulillah-nya di sini, harga buah naga selalu stabil,” terang Kamal.

Bahkan, lanjutnya harga jual buah nanas dan naga di sini bisa dibilang agak sedikit lebih mahal dibanding dengan yang lain. Karena cara penanaman dan pemupukannya tidak menggunakan bahan kimia. Kamal mengklaim seluruh prosesnya dilakukan secara organik, diintegrasikan dengan peternakan.

“Sebagian besar konsumen yang sudah merasakan buah naga di sini mengatakan, memang rasanya berbeda dengan yang lainnya. Lebih enak dan lebih segar katanya,” ungkap Kamal.

Sebanyak 30 warga tergabung dalam kelompok Indonesia Berdaya di Subang. Mereka mengaku sangat terbantu dengan adanya program Indonesia Berdaya dari donatur Dompet Dhuafa tersebut. Mereka tak perlu khawatir harga jual buah saat panen merosot. Selain sudah memiliki pasar penjualan, Dompet Dhuafa juga sedang membangun pabrik jus kemasan di dekat kebun untuk menampung hasil panen buah-buah hasil panenan di kebun Indonesia Berdaya.

Di akhir sesi, para blogger diajak berkeliling kebun melihat langsung teknik perkebunan dan peternakan Indonesia Berdaya. Mereka juga diperkenankan membawa pulang buah-buah hasil kebun petani IB. (Dompet Dhuafa/Muthohar)

“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”.

Begitulah salah satu penggalan kalimat motivasi yang diungkapkan oleh Bapak Soekarno dalam sebuah pidatonya, dan kata-kata itu mempunyai makna yang begitu dalam, tentang bagaimana peran pemuda yang begitu besar dalam membangun sebuah bangsa.

Pernyataan Bapak Presiden pertama kita ini mengandung keyakinan bahwa pemuda memiliki kekuatan besar dalam mentukan arah sebuah bangsa. Bahkan pemuda diibaratkan sebagai aset penting dalam membangun dan menentukan masa depan sebuah negara. Untuk itu, kita bisa melihat seperti apa masa depan sebuah bangsa ke depan yaitu tergantung bagaimana para pemudanya saat ini.

Bahkan jika kita menengok sejenak tentang perjalanan sejarah bangsa ini, maka kita akan menemukan fakta yang tak terbantahkan bahwa peran para pemuda pada masa lalu begitu besar, terutama bagaimana para pemuda berjuang merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah sehingga melahirkan kemerdekaan dan berbagai momen penting dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia yang kita cintai ini.

Lantas seperti apakah pemuda-pemuda di Indonesia saat ini? Apakah ada yang bisa mewakili menjadi sepuluh pemuda yang akan mengguncang dunia seperti yang diharapkan oleh Bapak Proklamator kita tersebut? Sebab kita semua tahu, untuk menjadi sosok pemuda yang mampu mengguncang dunia bukanlah pekerjaan mudah, namun dibutuhkan sosok-sosok pemuda yang mempunyai semangat juang yang tinggi dengan ide-ide yang brilliant lalu diwujudkan dengan kerja yang cerdas.

Memang tak mudah untuk menemukan pemuda dengan kriteria tersebut, bahkan saat ini juga masih ada kita jumpai pemuda-pemuda yang pesimis dalam menata masa depannya, mereka yang begitu gegabah menapaki langkah dan cepat putus asa ketika diterjang masalah sehingga berujung pada mabuk-mabukan, pergaulan bebas dan obat-obatan terlarang.

Sungguh rasanya sangat miris melihat hal ini, betapa rapuhnya generasi muda kita saat ini. Bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada awal tahun 2018 ini mencatat bahwa dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak 5,9 juta di antaranya menjadi pecandu narkoba.

Namun untungnya tak semua generasi muda kita terjebak dalam langkah yang salah. Masih banyak juga genarasi muda Indonesia yang tetap semangat untuk terus berjuang mengguncang dunia dengan caranya masing-masing. Hal ini jugalah yang dibuktikan oleh Gilang, meski hidup terhimpit dalam kesusahan namun pemuda berusia 23 tahun ini tak pernah lepas dari mimpi dan semangatnya untuk terus menggapai cita-citanya. 

Gilang, Pemuda Asal Subang yang Ingin Jadi Petani Sukses

Gilang, Pemuda Asal Subang yang Ingin Jadi Petani Sukses

Pemuda yang tinggal di Kampung Haul, Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang, Jawa Barat ini mempunyai cara tersendiri untuk membangun masa depan dirinya juga kampung halamannya. Dimana di saat banyak pemuda di kampungnya pergi merantau ke kota untuk mencari penghasilan, namun Gilang memilih tetap tinggal di desanya dan turut memberdayakan lahan Indonesia Berdaya yang dikelola oleh Dompet Dhuafa.

Pada awalnya Gilang sama seperti para pemuda lainnya. Terpikir untuk merantau dan mencari penghidupan di kota, terlebih saat ia tidak bisa meneruskan kuliah karena faktor ekonomi. Namun, karena motivasi yang selalu diberikan Ayahnya (Bapak Ade) yang juga seorang petani di Kebun Indonesia Berdaya Subang, ia pun tergugah dan merasa bahwa petani bukanlah pekerjaan yang hina. Makanya kini, sehari-hari Gilang bersama ayahnya turut serta mengolah lahan di Kebun Indonesia Berdaya, mengecek hasil panen, turut mengkontrol pertumbuhan.

Gilang pun menjelaskan, “Ayah saya bukan sarjana pertanian, tapi beliau bisa membuktikan dengan bimbingan Dompet Dhuafa akhirnya sekarang bisa mengolah lahan dan produktif. Justru dengan petani yang berdaya lah Indonesia dapat berjaya. Apalagi masih banyak sekali lahan di desanya yang masih belum produktif dan terkelola dengan baik”.

Dan saat ditanya tentang mimpinya, ternyata Gilang ingin kembali meneruskan kuliahnya yang sempat terhenti karena persoalan ekonomi keluarga, dimana sebelumnya ia pernah merengkuh pendidikan di salah satu Universitas Swasta di Bandung, namun hingga kini keinginan untuk kembali berkuliah belum bisa ia wujudukan.

Namun Gilang tak sedikit pun merasa putus asa, bahkan ke depan ia tetap ingin menyelesaikan kuliahnya yang sempat tertunda tersebut agar bisa memiliki ilmu yang banyak, sehingga dapat mengembangkan kampungnya dan mengajak para pemuda lain di desanya untuk menjadi petani karena lahan di desanya masih sangat luas dan juga memiliki prospek yang bagus untuk diberdayakan.

Bahkan Gilang menuturkan bahwa “Bersama Dompet Dhuafa saya ingin membuktikan bahwa petani bisa hidup sejahtera dan mapan. Saya punya mimpi, 1 petani bisa memiliki 1 mobil pajero. Dengan begitu bisa membuktikan dan mengajak para sarjana pertanian agar turun ke lahan dan menerapkan ilmunya di sini,” ujar Gilang penuh semangat.

Semoga cara berpikir dan langkah yang diambil oleh Gilang ini bisa menjadi contoh bagi banyak pemuda lain, bahwa berjuang membangun dan memberdayakan potensi yang ada di kampung sendiri bisa menjadi pilihan yang tepat daripada jauh-jauh pergi mengadu nasib di kota atau negara lain dengan hasil yang belum jelas.

Hal yang serupa juga dilakukan oleh Agung Kharisma, seorang pemuda yang sudah berhasil meraih gelar sarjana Pendidikan Pertanian dan mampu  meyakinkan para penduduk lokal tentang kekayaan dan potensi yang ada di kampungnya sendiri.

Agung Kharisma, Berkarir di Bidang Pertanian, Mendampingi Petani Untuk Berdaya dan Sejahtera

Dimana pemuda berusia 27 tahun ini mampu mengubah mindset atau cara berpikri para petani setempat bahwa tidak perlu pergi merantau ke kota untuk mengubah nasib, dan ia berhasil yakinkan para petani bahwa di kampung sendiri mereka bisa berdaya dan mandiri secara ekonomi. Untuk itu, ia mengajak para warga untuk kembali bertani, memberdayakan lahan yang ada, dan mengelola para petani menjadi satu kelompok tani yang solid dan produktif.

Dalam hal ini, Agung tidak hanya membimbing soal teknik mengolah lahan, namun ia juga secara  perlahan, sedikit demi sedikit menanamkan nilai-nilai kerja keras, mengubah kebiasaan para petani, memotivasi, bahkan mendampingi para petani agar tetap terjaga kerjanya dengan bingkai keislaman yang kuat seperti shalat dan mengaji.

Kini hasil dari kerja keras Agung sudah terlihat, dan para petani pun sudah merasakan langsung bagaimana manfaatnya. Dimana kini hasil pertanian berupa buah-buahan hasil Kluster Indonesia Berdaya sudah dapat dipasarkan hingga ke berbagai kota. Hasil penjualannya adalah sumber pendapatan bagi para petani lokal hingga mereka bisa berdaya di kampungnya sendiri.

Beginilah seharusnya sosok pemuda masa kini, berani tampil dan terjun langsung memberikan solusi yang tepat bagi banyak orang seperti yang dilakukan oleh Gilang dan juga Agung yang sudah memberikan contoh dan memberdayakan para petani di kampungnya.

Dan semoga akan semakin banyak para pemuda di negeri ini yang mempunyai cara berpikir yang cerdas dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di sekitarnya untuk memberikan perubahan yang lebih baik bagi untuk kesejahteraan hidup banyak orang.

Mungkin tak banyak yang mengenal dua pemuda ini. Tak banyak juga di share di social media ataupun ramai menjadi perbincangan. Namun dari sini kita belajar, bahwa mereka adalah para pemuda Indonesia yang berusaha untuk berkarya dan memberi manfaat besar dengan potensi yang ada di daerahnya dan mengoptimalkan skill yang mereka miliki.

Mereka bukan hanya jeli melihat peluang dan mengubahnya menjadi penghasilan, namun mereka telah berhasil membuka mata kita semua, bahwa siapapun, dengan latar belakang apapun, mempunyai kesempatan yang sama dan layak untuk mendulang keberhasilan selama ia sungguh-sungguh, karena sejatinya tidak ada hasil yang menghianati sebuah usaha.

Pemuda Indonesia, Pemuda Berkarya! Selamat hari Sumpah Pemuda!

SUBANG — Masyarakat Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, semakin merasakan manfaat keberadaan Program Indonesia Berdaya di wilayah mereka. Program Indonesia Berdaya merupakan program yang kaya akan pemberdayaan, baik bagi kemandirian ekonomi yang produktif maupun pemberdayaan edukasi yang dikelola secara baik dan teratur dalam bentuk pertanian & peternakan.

Pada lahan Indonesia Berdaya seluas 10 hektar tersebut, tertanam Buah Naga, Jambu Kristal, Nanas, Pepaya California dan juga peternakan kambing yang semuanya dikelola serta dirasakan hasilnya oleh petani dan peternak lokal. Selain itu, program ini juga menjadikan usaha pertanian dan peternakan sebagai pusat wisata dan edukasi pertanian (agrowisata).

Subang telah menjadi saksi peran Dompet Dhuafa bersama pegiat Indonesia Berdaya, dalam memberdayakan dan mengangkat potensi lokal daerah yang mandiri dan produktif. Subang juga menjadi bukti, bahwa wakaf produktif yang donatur amanahkan telah memberi manfaat yang mengalir bagi mereka dan penerima manfaat tentunya.

Kebaikan-kebaikan inilah yang membuat Dompet Dhuafa merasa perlu menyebarluaskannya kepada masyarakat lebih luas lagi. Kali ini Dompet Dhuafa mengajak para selebgram (Selebriti Instagram) untuk mengunjungi kebun buah Indonesia Berdaya di Subang, Jawa Barat.

Menurut Etika Setiawanti, General Manager Marketing Communication Dompet Dhuafa mengatakan, “Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengajak keterlibatan masyarakat, khususnya donatur dan atau relawan dalam mengawal program-program pemberdayaan Dompet Dhuafa, dengan melihat dan mengunjungi lokasi program secara langsung, serta berinteraksi bersama penerima manfaat. Sehingga selain berdonasi, donatur pun merasa menjadi bagian atas program Indonesia Berdaya tersebut. Kegiatan ini juga salah satu bentuk laporan kami kepada publik atas amanah Zakat, Infak, Sedekah maupun Wakaf yang telah mereka percayaan kepada kami selama ini”.

Dalam kegiatan bertema “Fruit O’Clock” tersebut, selain memetik langsung buah-buahan di kebun buah Indonesia Berdaya, mereka juga akan merasakan langsung lezatnya olahan buah naga dari tangan celebrity chef, Ari Galih. Tidak hanya itu, acarapun menjadi lebih bermakna dengan kehadiran Ustadz Rahmatullah sebagai narasumber kajian “Petik Kebaikan Hidup Ala Rasulullah”.

“Kali ini kami juga melibatkan selebgram dan influencer yang selama ini sudah menjadi relawan Dompet Dhuafa. Kami berharap, keterlibatan mereka dapat memperluas nilai-nilai kebaikan program Indonesia Berdaya melalui peran mereka sebagai selebgram atau influencer,” tambah Etika. (Dompet Dhuafa/Dea)