BANDUNG, JAWA BARAT — “Berdaya di Desa Tani” menjadi tajuk dalam kegiatan Capacity Building bagi Mitra Pengelola Zakat (MPZ) Dompet Dhuafa yang berlangsung di Desa Tani, Cilengkrang, Bandung. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, mulai dari Kamis, 31 Oktober hingga Jumat, 1 November 2024.

Sebanyak 40 peserta dari 14 MPZ Dompet Dhuafa Pusat, serta 20 MPZ dari cabang Banten dan Jawa Barat turut serta dalam kegiatan ini. Capacity Building ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas MPZ dalam merancang dan menjalankan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di bidang pertanian hortikultura.

Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian agenda rapat bulanan MPZ. Mereka diajak untuk mengamati lebih dalam bagaimana implementasi program-program zakat produktif yang dikelola oleh Dompet Dhuafa dapat benar-benar berdampak bagi para penerima manfaat. Sehingga ke depan, diharapkan setiap MPZ dapat menerapkan konsep serta prinsip pemberdayaan Dompet Dhuafa pada lingkungannya masing-masing.

Sesi materi “Merancang Program Pemberdayaan Ekonomi yang Berkelanjutan” dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.
Sesi materi “Merancang Program Pemberdayaan Ekonomi yang Berkelanjutan” dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.

Program Desa Tani yang berlokasi di Cipanjalu, Cilengkrang, Bandung, telah membuktikan bahwa pengelolaan zakat dapat berdampak sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendekatan pertanian hortikultura yang terpadu, program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas petani, tetapi juga membuka peluang usaha baru dan menciptakan lapangan kerja. Keberhasilan Desa Tani dalam meraih penghargaan SDGs Action Award 2023 makin mengukuhkan program ini sebagai model terbaik dalam implementasi zakat produktif.

“Kami memberi kesempatan pada lembaga-lembaga MPZ ini untuk melakukan ATM (amati, tiru, dan modifikasi) agar apa yang dilakukan Dompet Dhuafa dapat direplikasi program. Karena memang harapan besar kami, para MPZ ini dapat menerapkan konsep dan prinsip-prinsip pemberdayaan Dompet Dhuafa di lingkungannya masing-masing,” ujar Bobby P. Manullang selaku GM Cabang & MPZ Dompet Dhuafa.

Para peserta melakukan kegiatan berkeliling kawasan Desa Tani sekaligus mendapatkan penjelasan lengkap dari para petani yang telah berdaya dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.
Para peserta berkesempatan melakukan panen tomat di salah satu kebun greenhouse Desa Tani, Lembang dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.

Para peserta diajak untuk mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari penyampaian materi, diskusi, hingga kunjungan langsung ke lokasi Desa Tani. Selain itu, Dompet Dhuafa juga mengenalkan aspek-aspek yang mendukung terselenggaranya program-program yang ada di Dompet Dhuafa, salah satunya yaitu peran Key Opinion Leader (KOL). Para peserta juga mendapatkan pemahaman mengenai pengelolaan sosial media yang efektif dari Aiman Ricky, seorang selebriti yang juga merupakan salah satu pembawa pesan-pesan kebaikan Dompet Dhuafa.

Selain Bobby dan Aiman, para pemateri lainnya yang hadir dalam agenda ini adalah Dian Mulyadi selaku Deputi Direktur Corporate Secretary, Udhi Tri Kurniawan selaku Deputi Direktur I Program Pemberdayaan Dompet Dhuafa, Sulis Tiqomah selaku Kepala Departemen MPZ Dompet Dhuafa, dan Ade Rukmana selaku Pendamping Program Desa Tani.

“Program-program existing yang saat ini sudah ada di lingkungan Bapak/Ibu sekalian, jika ingin dilakukan scale-up, dikembangkan atau diperluas, atau mungkin direplikasi di tempat lain, silakan disampaikan ke Dompet Dhuafa. Nanti bisa kita diskusikan lebih detail bagaimana cara dan langkah-langkahnya. Pada dasarnya, kami ingin program-program yang ada di Dompet Dhuafa ini juga bisa hadir di lembaga Bapak/Ibu sekalian,” ucap Udhi di sela-sela ia menyampaikan materi tentang “Merancang Program Pemberdayaan Ekonomi yang Berkelanjutan”.

Bobby P. Manullang (kiri), Aiman Ricky (tengah) dan Dian Mulyadi (kanan) pada sesi materi “Bagaimana Mengelola Sosial Media Secara Efektif” dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.
Para peserta mengunjungi rumah semai Desa Tani, Lembang dalam rangkaian Capacity Building MPZ di Bandung pada 31 Oktober – 01 November 2024.

Kegiatan Capacity Building ini pun telah berhasil membuka mata para MPZ akan potensi besar pengelolaan zakat produktif. Salah satunya adalah Adi Hidayatullah, perwakilan dari MPZ Sehati Gerak Bersama. Ia mengungkapkan kekagumannya terhadap program Desa Tani.

“Sebelumnya, kami lebih fokus pada penyaluran bantuan langsung. Namun, melalui program ini, kami menyadari bahwa dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat secara jangka panjang,” ungkap Adi.

Ia melanjutkan, bahwa konsep pemberdayaan ekonomi yang diterapkan di Desa Tani sangat relevan dengan kondisi masyarakat di Sukabumi, Jawa Barat. Oleh itu, ia dan timnya akan berencana untuk mengadaptasi model ini dan mengembangkan program serupa di wilayahnya. (Dompet Dhuafa)

BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN — Kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi di Desa Kahayya, Bulukumba, yang berlangsung pada 30 Agustus–1 September 2024 berhasil diselenggarakan. Kegiatan yang diinisiasi oleh Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan ini turut menghadirkan dua sosok inspiratif, yakni Chiki Fawzi (Musisi) dan Daeng Uki (Pegiat Sosial dan Dakwah).

Peserta Hulu Trip kali ini terdiri dari berbagai mitra strategis Dompet Dhuafa, termasuk perwakilan media, relawan, donatur dan komunitas. Kehadiran para mitra strategis ini tidak hanya untuk melihat langsung proses pemberdayaan yang dilakukan, tetapi juga sebagai bentuk dukungan nyata terhadap upaya Dompet Dhuafa dalam membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa. Kehadiran Chiki Fawzi dan Daeng Uki dalam kegiatan ini membawa energi positif dan meningkatkan semangat para peserta dalam mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.

Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini melihat langsung bentuk nyata pengelolaan dana zakat melalui program pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian, khususnya kopi. Selama tiga hari, peserta Hulu Trip diajak untuk melihat langsung proses pengolahan Kopi Kahayya, mulai dari pengenalan proses budi daya kopi, pemetikan biji kopi, hingga pengolahan kopi yang baik dan benar.

Selain itu, ada pula sesi diskusi dan berbagi pengetahuan bersama para petani kopi setempat. Sesi ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada para peserta Hulu Trip tentang aktivitas Dompet Dhuafa di Desa Kahayya selama memberikan pendampingan dan pembinaan petani kopi untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menjaga kualitas kopi dan keberlanjutan lingkungan.

Kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel yang berlangsung dari tanggal 30 Agustus–1 September 2024 di Desa Kahayya, Bulukumba.
Chiki Fawzi menilik langsung hasil pertanian Kopi Kahayya dalam kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel.

Pandu Heru Satrio, Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Sulsel, menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menjaga kepercayaan donatur terhadap pengelolaan zakat di Dompet Dhuafa dengan melihat langsung wujud pendistribusian dana zakatnya salah satunya di Desa Kahayya.

“Hulu Trip adalah kegiatan yang DD Sulsel adakan untuk aktivitas publikasi kepada donatur, mitra strategis, dan masyarakat pada umumnya. Bahwa dengan berzakat di DD Sulsel, dampaknya bukan hanya untuk mustahik semata, tapi ada nilai pemberdayaan terhadap masyarakat yang terkandung di dalamnya,” ujarnya

Pandu Heru Satrio (kiri) dan Daeng Uki (kanan) menilik langsung hasil pertanian kopi dalam kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel.
Menilik langsung hasil pertanian kopi dalam kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel yang berlangsung dari tanggal 30 Agustus–1 September 2024 di Desa Kahayya, Bulukumba.

Di kesempatan yang sama, Chiki Fawzi mengatakan bahwa Kopi Kahayya adalah salah satu potensi besar di Bulukumba yang bisa bersaing dengan kopi-kopi terkenal lainnya di Indonesia seperti Kopi Solok Sirukam, Kopi Aceh, dan wilayah lain di bawah pendampingan langsung Dompet Dhuafa, sehingga donatur tidak lagi khawatir karena zakat mereka dikelola sedemikian rupa oleh Dompet Dhuafa melalui pemberdayaan dengan metode zakat produktif.

“Saya salah satu pecinta dan pelanggan loyal kopi Kahayya. Saya sangat speechless ketika memasuki Desa Kahayya dimana saya nggak menyangka bisa ke daerah hulu kopi yang selama ini saya konsumsi. Selama berada di Kahayya, saya melihat bagaimana Dompet Dhuafa mendampingi para petani dengan begitu cermat mulai dari proses panen, pengelolaan pasca panen, pemeliharaan dan juga pemasaran kopi sehingga menghasilkan kopi yang enak dan nilai jual yang bisa bersaing,” ungkap anak dari Ikang Fawzi ini.

Diskusi pemberdayaan pertanian kopi dalam kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel yang berlangsung dari tanggal 30 Agustus–1 September 2024 di Desa Kahayya, Bulukumba

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari program pemberdayaan ekonomi berbasis kopi yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa Sulsel, yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup petani kopi lokal dan mengenalkan produk kopi khas Kahayya ke pasar yang lebih luas. Sejalan dengan tanggapan Daeng Uki yang menyebutkan bahwa proses pengolahan kopi harus dilakukan dengan baik dan cermat agar kopi yang dihasilkan mendapatkan nilai jual yang tinggi agar petani kopi dapat merasakan manfaat dari komoditi yang mereka punya. Daeng Uki juga mengapresiasi gerakan pemberdayaan yang dilakukan Dompet Dhuafa.

“Jangan heran kalau kopi yang berkualitas dan enak itu mahal karena pengelolaannya juga tidak mudah. Saya sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Dompet Dhuafa atas dedikasinya mendampingi para petani kopi kita, sehingga mereka dapat terus mempertahankan kualitas kopi yang mereka punya,” ungkap Daeng Uki.

Foto bersama warga dan peserta kegiatan Hulu Trip Pemberdayaan Kopi oleh Dompet Dhuafa Sulsel yang berlangsung dari tanggal 30 Agustus–1 September 2024 di Desa Kahayya, Bulukumba.

Mitra Dompet Dhuafa yaitu dari Lazuna Indonesia juga mengungkapkan terima kasih kepada Dompet Dhuafa karena sudah diundang ke acara Hulu Trip yang dikemas begitu berkesan.

“Semoga kolaborasi Dompet Dhuafa dan Lazuna Indonesia terus terjalin dengan baik, dan kami dari Lazuna Indonesia akan terus mendorong Dompet Dhuafa untuk memberikan lebih banyak lagi manfaat kepada masyarakat,” tambah Ririn dari Lazuna Indonesia.

Acara Hulu Trip ini juga sekaligus rangkaian agenda tahunan di Bulukumba yang bernama Senandung Kopi Kahayya yang digagas oleh salah satu local hero Dompet Dhuafa di Bulukumba. Kegiatan ini adalah salah satu upaya untuk terus menjaga dan melestarikan budaya masyarakat Kahayya. (Dompet Dhuafa)

TEGAL, JAWA TENGAH — Gelorakan semangat petani muda, Dompet Dhuafa hadirkan Greenhouse Budidaya Melon Premium di Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Program Dompet Dhuafa tersebut berkolaborasi dengan Pondok Pesantren Misbahul Huda Al-Amiriyyah dan SMK Negeri 2 Slawi. Pada Agustus, program tersebut sudah berhasil menggelar panen perdana Budidaya Melon Premium. Sekaligus menandai pencapaian penting dalam upaya memberdayakan generasi muda melalui pertanian inovatif dan berkelanjutan.

Program pemberdayaan ekonomi tersebut dengan menggerakkan potensi petani muda melalui pembekalan pelatihan intensif, bimbingan, dan akses ke teknologi pertanian modern. Melalui program tersebut, Dompet Dhuafa terus mengoptimalkan potensi generasi muda dan membantu mereka menjadi pelaku usaha pertanian yang sukses. Tentunya sambil meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian di daerah tersebut bersama generasi muda setempat.

Petani Muda pemberdayaan Dompet Dhuafa memanen melon premium jenis Sweet Net hasil panen perdana di Greenhouse Dompet Dhuafa, Slawi, Tegal, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Salah satu petani muda yang berpartisipasi dalam program, Barep Arkan Adiyatma, mengatakan, “Dapat terlibat dalam program ini merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Karena selain menambah pemasukan bagi kami yang merupakan pelajar, program ini memberikan saya sarana untuk mengimplementasikan dan mengembangkan ilmu yang dipelajari di kelas. Apalagi metode budidaya yang digunakan bukan metode konvensional yang rentan terhadap perubahan cuaca dan gangguan hama”.

Momen Bersejarah Panen Perdana

Panen perdana melon premium tersebut menjadi momen penuh makna bagi para petani muda yang terlibat. Dukungan Dompet Dhuafa dan mitra pengelola Rumah Sosial Kutub menjadi salah satu kunci para petani muda berhasil membuktikan kemampuan mereka. Kali ini para petani muda mampu menghasilkan melon berkualitas tinggi dengan jenis sweet net yang siap dipasarkan. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan Dompet Dhuafa, petani muda, mitra dan stakeholder terkait.

Salah satu Petani Muda pemberdayaan Dompet Dhuafa merawat tanaman melon premium jenis Sweet Net di Greenhouse pemberdayaan Dompet Dhuafa, Slawi, Tegal, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Jawa Tengah, Zaini Tafrikhan menyatakan bahwa program pemberdayaan ekonomi berbasis budidaya Melon Premium merupakan terobosan yang ditempuh untuk memberdayakan masyarakat di sektor pertanian modern. “Agro EduWisata Budidaya Melon Premium ini merupakan salahsatu program terbaru kami di sektor pertanian modern. Dengan melibatkan akademisi yang memberikan mereka keleluasaan dalam mengaplikasikan ilmunya secara direct. Tentu harapannya agar menjadikan para penuntut ilmu di sini berdikari, dan menyediakan laboratorium untuk mereka mengembangkan ilmunya. Dan alhamdulillah sudah menghasilkan panen yang sangat berkualitas pada panen perdananya,” ungkap Zaini.

Petani Muda pemberdayaan Dompet Dhuafa membawa hasil panen melon premium jenis Sweet Net hasil panen perdana di Greenhouse Dompet Dhuafa, Slawi, Tegal, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Keberhasilan panen perdana tersebut harapannya dapat memperluas program dan membawa manfaat lebih luas bagi masyarakat pertanian di Jawa Tengah. Karena Dompet Dhuafa berkomitmen untuk terus mendukung dan mengembangkan program pemberdayaan ekonomi. Dengan tujuan menjangkau lebih banyak petani muda dan meningkatkan dampak positif bagi komunitas. (Dompet Dhuafa)

SUMATRA BARAT — Berada di ketinggian 1.300 MDPL dengan suhu 16 derajat celcius, di atas tanah Nagari Sirukam Kabupaten Solok terbentang ratusan ribu pohon kopi dengan berbagai macam jenis. Umumnya, pada ketinggian ini, paling elok ditanam kopi jenis arabika.

Sekelompok petani Kopi Solok Sirukam berdaya bersama Dompet Dhuafa. Terbentuk sejak tahun 2019, kelompok beranggotakan 25 petani ini berhasil membentuk koperasi dua tahun setelahnya, yakni pada 2021.

Gerbang masuk tempat pengelolaan kopi Solok Sirukam.
Buah ceri kopi di pohon sebagiannya mulai memerah.

Perkembangan kelompok pemberdayaan ini terlihat pada meningkatkan jumlah anggota, jumlah produksi, kualitas produksi, varietas, hingga pemasaran yang makin menjangkau secara luas. Program pemberdayaan Dompet Dhuafa ini secara khusus membudidayakan kopi jenis arabika. Di antara varietas yang dikembangkan adalah gayo, longberry, dan sigararutang. Di luar lahan-lahan pemberdayaan, masyarakat Sirukam juga ada yang budi daya kopi jenis robusta.

Kelompok ini juga kemudian membangun sebuah tempat pengolahan hasil kebun kopi dengan luas kawasan 60 x 40 meter persegi. Nasril Abeng adalah ketua koperasinya. Kelompok Petani Kopi Solok Sirukam yang awal dibentuknya ada 25 anggota telah bertambah menjadi 39 anggota. Lalu kini bertambah lagi menjadi 65 anggota. Di samping itu, saat ini juga ada beberapa petani dari kecamatan sebelah yang sedang dalam tahap pembinaan yang akan segera bergabung.

Buah ceri kopi Solok Sirukam.
Ceri terfermentasi sedang ditiriskan.

Kala itu, tahun 2019, para petani membuat lubang tanam di lahannya. Kemudian Dompet Dhuafa memberikan bibitnya sebagai bentuk modal awal. Awal tanam pertama kali digulirkan sebanyak 250 pohon. Kini, setiap sebulan mereka bisa memanen 3 ton buah ceri kopi. Selanjutnya, ceri-ceri diolah menjadi biji kopi yang akan didapatkan sebanyak 800 Kg.

Abeng menjelaskan, karakteristik arabika Solok Sirukam ini setelah melalui tes lab, terdiri dari pisang, durian, nangka, kayu manis, dan melati. Hasil kaping kopi ini bahkan sudah pernah diuji di Belanda. Hasilnya memiliki skor 86.

Koperasi Produsen Solok Sirukam Sepakat.
Ruang sangrai kopi dan kafe.

“Permintaan dari Belanda memang belum banyak. Jadi lebih banyak pasarnya adalah lokal di beberapa rumah kopi di Padang, Sumatra Barat, dan Yogya,” jelasnya, Sabtu (14/10/2023).

Saat ini, Abeng dan rekan-rekan anggota kelompok tengah melakukan eksperimen fermentasi luwak. Upaya ini mendapat dukungan dari para mahasiswa yang saat itu sedang melakukan KKN di sana.

“Ini baru penjajakan awal. Semoga bisa mendapatkan hasil yang baik, sehingga layak dipasarkan untuk menambah varian baru,” harapnya.

Proses penjemuran ceri termentasi yang nantinya akan menjadi kopi luak.
Salah satu sudut di kawasan pengelolaan kopi Solok Sirukam.
Kopi Solok Sirukam diseduh melalui metode V60.

Ternyata untuk memetik kopi dari pohonnya, para petani harus memiliki pemahaman yang baik, khususnya terhadap tingkat kematangan ceri. Proses pemetikan dapat memengaruhi rasa dan kualitas dari biji kopi. Biasanya, petani memetik kopi ketika berwarna merah. Setelah itu, proses pencucian dilakukan. Proses pencucian ini dilakukan oleh kelompok tani Solok Sirukam melalui 5 proses, yakni natural wash, natural enzymatic, full wash, semi wash, honey, dan black honey. (Dompet Dhuafa/Muthohar).

BANDUNG, JAWA BARAT — Dompet Dhuafa kembali mengajak para donatur untuk melihat secara langsung implementasi dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) di bidang ekonomi. Ya, Dompet Dhuafa memberikan pengalaman memanen dan memetik sayur nan menyenangkan sekaligus menilik program pemberdayaan masyarakat khususnya petani di Desa Tani, Lembang, Bandung, pada Kamis (5/10/2023).

Sebelumnya, Rabu (4/10/2023), sebanyak 25 donatur yang tergabung dalam Majelis Ta’lim Husnul Khatimah, Cinere, telah mengunjungi Masjid Raya Al Jabbar, untuk melihat kemegahan Galeri Rasulullah Saw. Agenda dilanjutkan dengan nonton bareng film Buya Hamka melalui layar proyektor.

Tiba di Desa Tani Dompet Dhuafa, para donatur dimanjakan dengan lahan hijau seluas 10 hektare yang dipenuhi sayur-mayur segar sejauh mata memandang. Lagi-lagi, para donatur dibuat takjub oleh keindahan Desa Tani.

Desa Tani merupakan program pemberdayaan ekonomi Dompet Dhuafa di bidang pertanian hortikultura yang ditujukan bagi masyarakat kurang mampu, dengan total 50 penerima manfaat. Program ini pertama kali diimplementasikan oleh Dompet Dhuafa Jawa Barat pada Desember 2018.

Turut hadir dalam acara ini, Andriansyah selaku Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Jawa Barat dan Ade Rukmana selaku Pendamping Program Desa Tani Dompet Dhuafa.

“Desa Tani Dompet Dhuafa berasal dari dana zakat, infak, sedekah dan wakaf. Dana zakat kemudian digulirkan dalam bentuk program pertanian, dengan tagline ‘Berdaya di Tanah Sendiri’. Ini menjadi tagline sekaligus menjadi harapan kita semua, di mana petani menjadi lebih sejahtera dari sekadar menjadi buruh tani saja,” ungkap Andriansyah dalam paparannya.

Para petani yang sebelumnya hanya jadi buruh dengan gaji yang tidak seberapa, berpenghasilan hanya Rp 30-50 ribu itu, kini diberdayakan. Menurut Andri, sejatinya budaya di wilayah tersebut adalah bertani. Ia melihat ada potensi yang dapat memberdayakan para petani, meski sebelumnya produktivitas para petani cukup rendah karena tidak cakap dengan teknologi.

“Kita melihat bagaimana kualitas sayur di Desa Tani baik, bagus, sehingga nanti harganya juga memiliki harga di pasar modern. Itu yang kemudian kita dampingi kepada para petani. Masyarakat dari buruh menjadi masyarakat pemilik lahan, kita sewakan lahannya, mereka yang garap, hasil panennya 100% masuk ke kantong mereka sendiri, para penerima manfaat Dompet Dhuafa. Kita tidak mengambil keuntungan itu, karena dalam sudut pandang kita, ini merupakan salah satu penyaluran dana zakat, ada dana zakat yang langsung kita berikan, ada juga yang diproduktifkan seperti ini,” sambung Andriansyah.

Desa Tani terus berkembang dan adaptif terhadap perubahan, menggunakan teknologi Smart Farming dengan mengadopsi teknologi pertanian digital yang dapat memberikan kemudahan bagi para petani petani dalam mengelola perkebunan atau pertaniannya. Tahun 2020, Desa Tani mengadaptasi teknologi IOT (Internet of Thing).

Senior Officer Retail Fundraising Wakaf Dompet Dhuafa, Sulis Tiqomah.

“Yang dilakukan Dompet Dhuafa melalui Program Desa Tani, yaitu kita sediakan aset produksi, lahan kita sewain, saprodi kita kasih, dan sistem-sistem Smart Farming. Kita juga memiliki pendampingan intensif, riset, literasi keuangan, dan motivasi,” imbuh Andriansyah.

Ade Rukmana selaku Pendamping Program Desa Tani Dompet Dhuafa menambahkan bahwa Desa Tani terus bertransformasi menyesuaikan kebutuhan dan kondisi lingkungan, memiliki goals yang jelas, namun yang terpenting adalah adanya perubahan perilaku dari para petani, sebagai tolak ukur keberhasilan para petani. Ia juga menambahkan, kini para petani berpenghasilan mulai dari Rp2,4 juta—Rp6 juta/bulan.

“Di Desa Tani menerapkan HOW, Honestly, Open Mind, sama Willingness. Cukup kejujuran, keterbukaan pikiran, sama kemauan yang mereka jaga. Kita punya lahan luas, punya uang banyak, tapi tanpa HOW kita nggak akan bisa berjalan,” cetus Ade.

Pendamping Program Desa Tani Dompet Dhuafa, Ade Rukmana.

“Karena Mang Ade melihat yang terjadi ke Mang Ade sebelumnya, dari sini Mang Ade bisa bertahan, karena Mang Ade bisa berbagi. Mang Ade merasa punya reward bahwa Mang Ade bermanfaat buat masyarakat lain, dan makin kuat dalam pemulihan Mang Ade,” tambahnya.

Selain bersasal dari dana zakat, Desa Tani juga berasal dari dana wakaf. Dompet Dhuafa mengelola wakaf dengan produktif, amanah, dan akuntabel. Hal ini disampaikan oleh Sulis Tiqomah, Senior Officer Retail Fundraising Wakaf Dompet Dhuafa.

“Esensi wakaf berbeda dengan zakat. Jadi, kalau kita berbicara wakaf di Dompet Dhuafa, itu nggak akan kita salurkan langsung ke delapan asnaf, tetapi dana yang terhimpun akan kita kelola dalam sebuah pengelolaan produktif yang itu menghasilkan surplus wakaf untuk mauquf alaih. Inilah esensinya kenapa yang wakaf itu disebut sebagai sedekah jariyah, ketika selama program wakaf ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan dakwah, selama itu dinikmati masyarakat luas dan dhuafa, selama itulah pahalanya mengalir abadi walaupun kita sudah wafat,” ungkap Sulis.

Sementara, menurut peserta lain, yakni Endang Widiastuti (67), perjalannnya kali ini membuat ia makin bersyukur dalam menjalani hidup.

“Alhamdulillah perjalanan ini membuat saya bersyukur terus. Kemarin kan kita bisa melihat keindahan Al Jabbar, Desa Tani juga luar biasa, karena memberdayakan petani yang tadinya hidupnya terpuruk dan hasil tani yang nggak tahu mau dikemanakan, terus jadi produktif dan fokus pada tanaman yang mereka rawat. Petani yang sekarang juga modern, teknologinya maju,” kata Tuti.

Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Jawa Barat, Andriansyah.

“Seru banget! Meski lutut dan jantung bermasalah, tapi karena pengin, jadi ikut aja, seru ternyata. Aku panen tomat sama selada keriting. Itu luar biasa, kita tuh biasa lihat toko, di tukang sayur, sekarang itu ada di hadapan kita dan memetik aslinya. Rasanya pengin ambil semuanya, saking senengnya,” pungkas Tuti.

Ke depannya Desa Tani akan terus berkembang dalam bidang pertanian, peternakan, dan agro-eduwisata. (Dompet Dhuafa/Anndini)

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR — Sejauh 750 Km dari Ibu Kota Jakarta—yang kini tengah dikepung isu polusi udara, langit biru cerah menyelimuti desa yang nampak hijau kemilau. Tercatat kala itu, Selasa (22/8/2023) siang, indeks kualitas udara (AQI) desa tersebut menunjukkan nilai 44 AQI US. Artinya, udara dalam kondisi yang baik. Masker pun saya tanggalkan, saya merasa sangat bebas untuk menghirup napas panjang dan menghembuskannya, perlahan.

Berbagai macam buah segar dihidangkan, lengkap dengan jus buah dalam kemasan. Membuat saya sejenak ingin melupakan hiruk pikuk Kota Jakarta yang penuh dengan kerumitan. Tak terdengar suara bising kendaraan, tak terhirup karbon pembakaran, tak terlihat wajah terlipat lalu lalang, hanya kesejukan alam berhias warna kuning buah matang yang saya temukan.

Berbincang tentang pemberdayaan insani, menjadi hal yang sangat cocok untuk melengkapi momen singkat ini. Awal perbincangan dimulai dengan mencicipi buah belimbing segar yang baru saja dipetik dari kebun oleh Udin, warga tulen Desa Bono, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Tepat di samping rumahnya, kami saling bertukar cerita tentang pemberdayaan.

Gapura masuk ke kawasan program pemberdayaan belimbing Dompet Dhuafa di Desa Bono, Tulungagung.

Lahir dan besar di Desa Bono, pria berusia 50 tahun tersebut telah lama memiliki cita-cita mengubah pola pikir masyarakat desa. Keinginannya ini muncul atas keresahannya selama ia dan 80% warga Desa Bono lainnya menjadi pekerja migran di negeri orang. Keinginan ini didorong juga oleh banyaknya permasalahan keluarga yang muncul di masyarakat akibat adanya jarak pemisah antar anggota keluarga.

Pada tahun 2015, ia mulai menggali potensi-potensi desa dan masyarakatnya. Bulat lah tekadnya untuk mengembangkan salah satu potensi Desa Bono sebagai desa penghasil buah belimbing bermutu baik. Bermodal pengetahuan tentang pertanian yang didapatnya dari buku-buku di perpustakaan, kawasan sekitar rumahnya yang dahulu adalah rawa, disulapnya menjadi kebun belimbing yang berbuah setiap masa.

Setahun berselang, Pak Udin mengajak beberapa penggawa tani di desanya untuk membentuk sebuah kelompok pertanian. Sebagian besar menolak, namun sebagian kecil tertarik dan menyatakan komitmennya untuk mengembangkan potensi desa. Ia dan rekan-rekannya kemudian berhasil membudidayakan sebuah pekarangan kebun berisi 10 pohon belimbing.

Marka Tanah di kawasan program pemberdayaan belimbing Dompet Dhuafa di Desa Bono, Tulungagung.

Ingin lebih luas berkembang, pada tahun 2018, dibantu oleh para mahasiswa yang saat itu sedang melakukan KKN di desanya, Udin merancang sebuah konsep pemberdayaan untuk diajukan pada Program Call for Proposal (CFP) Dompet Dhuafa.

“Keinginan saya adalah mengembangkan potensi sumber daya lokal. Dulu, warga sini umumnya adalah TKI/TKW. Ada permasalahan di situ, yaitu saat mereka pulang ke keluarganya di desa, dia tidak memiliki usaha sampingan. Jadinya, selama di desa kemudian uangnya habis, kemudian balik lagi, dan terus berulang dan berulang. Saya kira itu masalah. Masalah-masalah keluarga sering muncul karena hal ini,” jelas mantan PMI di Malaysia tersebut.

Dalam konsep proposalnya, Udin ingin mengajak masyarakat desa untuk memanfaatkan pekarangan yang ada, guna mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan. Konsep tersebut ia kemas dengan nama Wisata Desa Belimbing Tulungagung. Konsepnya ini berhasil lolos uji oleh para dewan juri di Jakarta, bahkan menempati peringkat pertama terbaik dari 87 program yang diajukan dari seluruh Indonesia.

Per buah belimbing rata-rata memiliki bobot sekitar 400 gram.

Inisiasi awal yang ia bangun adalah sebuah gapura untuk mengenalkan bahwa di Tulungagung ini ada sebuah Wisata Desa Belimbing yang termasuk di dalamnya juga ada wisata edukasi. Kemudian, ia merancang program-program pelatihan serta pembinaan manajemen pertanian dan perkebunan. Ia juga tak segan menyediakan bibit-bibit sebagai modal bagi para peserta pelatihan.

Langkah selanjutnya, untuk mewadahi para petani, Pak Udin membuat kelompok pekebun belimbing untuk dibina secara intens. Dalam kelompok-kelompok tersebut ada 50 warga penerima manfaat. Para peserta di kelompok ini pun terus mengalami perkembangan hingga masing-masing mampu berdaya di lingkup keluarganya.

Per buah belimbing rata-rata memiliki bobot sekitar 400 gram.

Pada tahun 2023, artinya pemberdayaan ini telah ada selama lima tahun. Saya pun sangat penasaran dengan dampaknya. Apakah masih berbekas, atau justru terbengkalai? Dan apakah yang dicita-citakan oleh Pak Udin gagal?

Terus melanjutkan perbicangan, Pak Udin mengajak saya berkeliling mengitari desa untuk melihat dan merasakan lebih dekat rindangnya Desa Bono. Terlihat banyak sekali kebun belimbing di setiap gang desa yang kami susuri. Tak kalah rindangnya dengan rumah Pak Udin, setiap rumah warga pun memiliki setidaknya satu pohon belimbing. (Dompet Dhuafa/Muthohar)

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR — “Saya sendiri mengakui bahwa kehadiran Dompet Dhuafa di sini sangat banyak memberikan perubahan di masyarakat,” ucap Udin, lugas.

Bahkan, lanjut Udin, kini ada banyak pihak yang ikut terlibat, termasuk dinas-dinas pemerintahan. Dalam hal ini, pemantik awalnya adalah Dompet Dhuafa. Kehadiran Dompet Dhuafa diakuinya sangat berdampak langsung pada pola pikir masyarakat Desa Bono, juga berdampak terhadap sektor ekonomi. Dahulu mungkin hanya 20% saja masyarakat yang melek terhadap potensi pertanian, kini sudah lebih dari 50% masyarakat sangat antusias dengan pertanian sebagai upaya peningkatan pendapatan.

Jika pun sekelompok keluarga tidak memiliki lahan kebun, ia dengan yakin memastikan bahwa di samping atau di depan rumahnya ada pohon belimbing. Hal ini karena Udin juga membuka pool penjualan dari setiap pohon belimbing di rumahnya. Sehingga siapa pun, berapa pun banyaknya, apa pun jenisnya, akan ditampung oleh Udin.

Marka Tanah di kawasan program pemberdayaan belimbing Dompet Dhuafa di Desa Bono, Tulungagung.

“Selanjutnya kami yang akan memilahnya kembali sesuai grade-nya. Kami sudah ada pasar serapannya,” sambung pemrakarsa Wisata Desa Belimbing itu.

Saat ini program yang sedang berjalan bersama Dompet Dhuafa Jatim adalah pemberdayaan anak-anak muda desa. Ia mengumpulkan 10 anak muda untuk dibina agar dapat mengelola kebun belimbing. Mereka adalah anak-anak muda yang putus sekolah, menganggur, dan sebagainya. Pak Udin dan Dompet Dhuafa kemudian mencarikan mereka pekerjaan, yaitu lahan-lahan yang terbengkalai untuk dihidupkan kembali.

“Saya yakin dalam hati nurani, mereka punya kemauan untuk menjadi orang bermanfaat. Namun, karena tidak ada yang merangkul, jadi yang orang lihat hanya kebiasaan buruknya saja,” ucapnya.

Inovasi dari salah seorang warga menciptakan menu bakso belimbing.

Kumpulan anak muda ini sepakat menamai kelompoknya dengan nama SAE Farm, sebuah akronim dari Smart Agriulture Education. Pada program kali ini, para penerima manfaat mendapatkan manfaat berupa pelatihan, pembinaan, pendampingan, hingga teknik pemasaran. Masing-masing juga disediakan lahan kebun belimbing yang sudah tidak terurus untuk dibudidayakan. Program ini setidaknya akan berjalan selama 3 tahun. Hingga nanti akan terlihat keberhasilan dan dapat dilanjutkan secara mandiri oleh masing-masing penerima manfaat.

“Prosesnya, (yaitu) tahun pertama pembenahan kebun yang terbengkalai. Namun pada tahap ini, alhamdulillah, sudah banyak yang sudah bisa panen. Baru kemudian tahun berikutnya pembinaan bagaimana pohon belimbing dapat banyak menghasilkan buah dengan kualitas sesuai standar yang sudah kami tentukan,” jelas Pak Udin.

Di salah satu kebun tempat kami berhenti untuk berteduh, kami berjumpa dengan salah satu penerima manfaat dari kelompok “Petani Berdaya”, petani pemberdayaan tahun 2018. Ia adalah Arifin. Bergabung di kelompok ini, ia mengaku mampu memperoleh omset pada kisaran angka Rp10 juta setiap kali panen. Dalam satu tahun, ia mampu melakukan panen sebanyak empat kali. Jika dihitung, Pak Arifin mampu memperoleh pendapatan bersih kurang lebih sebesar Rp1,5 juta setiap bulannya. Angka ini mungkin dirasa sudah cukup tinggi, mengingat UMR Tulungagung hanya sebesar Rp2 juta.

FOTO 3 Pak Arifin memamerkan buah belimbing yang dipetik dari kebunnya.

Kemudian, kami berjumpa dengan Yopi Muhammad Azis (28), salah satu penerima manfaat Program SAE Farm yang saat ini sedang berlangsung. Ia mengaku, usai lulus SMA ia langsung terjun di perkebunan buah belimbing. Melihat semangatnya berkebun, Udin kemudian mengajaknya untuk belajar lebih dalam mengenai budi daya belimbing dengan mengikuti Program SAE Farm.

Dialah yang memiliki inisiatif untuk membuat jus buah belimbing dalam kemasan yang tadi kami nikmati. Idenya ini tercetus lantaran banyak belimbing-belimbing kecil yang harganya jatuh di pasaran. Maka, daripada dibuang, ia memanfaatkannya untuk dijadikan jus buah.

“Sebelum ini, saya memang sudah bergelut di kebun belimbing, dari lulus sekolah. Kemudian diajak Pak Udin gabung di program Dompet Dhuafa,” ucapnya.

Pak Arifin memamerkan buah belimbing yang dipetik dari kebunnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa sudah pernah panen sekali. Hasilnya panennya sekitar hampir 4 kuintal buah belimbing.

Udin dengan lugas mengatakan bahwa permintaan buah belimbing di Desa Bono ini sangat tinggi. Bahkan saking banyaknya, tidak jarang ia terpaksa harus meolak permintaan. Maka itu, ia selalu mendorong masyarakat untuk ikut budi daya buah unggulan Tulungagung ini.

“Di sini, rata-rata setiap minggu mampu menghasilkan 1 ton buah belimbing,” sebutnya dengan percaya diri. (Dompet Dhuafa/Muthohar)

Keberhasilan Udin membangun Wisata Desa Belimbing, tak berjalan sesingkat yang dinalar. Kegigihannya dalam membangun pola pikir masyarakat telah melalui banyak lila-liku hambatan. Terlebih, ia hanya seorang lulusan sekolah dasar, yang membuat orang-orang meremehkannya.

Meski begitu, tekadnya untuk belajar dan berkembang sangat lah kuat. Udin mengaku bahwa dahulu ia adalah seorang kutu buku. Meski putus sekolah, namun setiap hari ia datang ke perpustakaan untuk membaca. Ia mendapatkan ilmu tentang pertanian pun dari buku-buku yang dibacanya. Bahkan, Udin rela untuk mengunjungi perpustakaan di daerah-daerah lain untuk mendapatkan buku dan ilmu yang ia ingin dapatkan.

“Saya akui, sekolah saya … ya di perpustakaan. Saya percaya bahwa membaca (buku) adalah jendela dunia. Itu benar,” tegasnya.

Pak Udin mengemas buah belimbing untuk segera dikirim ke pemesan.

Hal yang terus memotivasinya juga adalah nasihat dari kakeknya yang selalu ia pegang hingga sekarang.

“Orang hidup kalau tidak bermanfaat bagi orang lain, lebih baik mati saja,” ucapnya, mengutip nasihat si mbah.

Perkataan bernada kasar itu saya kira wajar. Sebab, saat itu mbah dari Udin adalah seorang yang menjadi pekerja rodi pada zaman kolonial Belanda maupun romusha pada zaman penjajahan Jepang. Udin kemudian menjelaskan maksud dari perkataan mbahnya itu, yang berarti “Karaktermu akan mati jika tidak menjadi orang yang bermanfaat”.

Buah belimbing siap dikemas.
Keceriaan Pak Udin saat bercerita kebunnya baru saja mengalami panen besar.

“Saya meyakini betul pentingnya pendidikan. Maka itu, saya selalu berikan motivasi kepada anak-anak saya untuk terus menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Yang penting dalam pikirannya adalah tentang mau jadi apa, bukan jadi siapa,” tukasnya.

Lagi-lagi, Udin menyampaikan sebuah kalimat kutipan yang menjadi motivasinya untuk terus berkembang. Kalimat itu berisi “Sepotong gelombang tidak akan mampu menjelaskan siapa dirimu bila ia telah menjadi buih di tengah lautan”.

Marka Tanah di kawasan program pemberdayaan belimbing Dompet Dhuafa di Desa Bono, Tulungagung.

Maksudnya adalah, “Apa pun yang kita jalankan itu jangan berharap pujian. Mengalir saja. Karena kalau kita katakan itu pujian, maka kita akan rawan untuk berhenti di situ,” jelasnya.

Pertemuan dengan sosok Udin bagi saya sangat berkesan. Di Dompet Dhuafa, orang seperti Pak Udin ini kami juluki sebagai seorang “Local Hero”. Dia lah pahlawan lokal yang rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memperjuangkan dan mensejahterakan orang lain. (Dompet Dhuafa/Muthohar)

MALANG, JAWA TIMUR — Geliat perekonomian Desa Tawangsari, Pujon, Malang secara bertahap makin berkembang seiring meningkatnya jumlah warga di wilayah dataran tinggi ini. Sebelumnya, Desa Tawangsari merupakan salah satu kawasan yang terlihat seperti tidak begitu terurus. Peningkatan ini pun dirasa beriringan dengan hadirnya Bumi Maringi Peni (BMP), sebuah kawasan pemberdayaan Dompet Dhuafa yang menghadirkan beragam program holistik melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dakwah dan budaya.

Salah satu program ekonomi di kawasan terpadu ini adalah pemberdayaan warga sekitar melalui budi daya tanaman lidah buaya (aloevera). Tanaman ini diolah sedemikian rupa menjadi sebuah minuman segar yang diberi nama “SUEGEERRR”. Pelopor sekaligus yang menjadi penanggung jawab pemberdayaan ini adalah Ali Hamdan, seorang ustaz berusia 39 tahun. Program ini merupakan upaya pengimplementasian dana zakat secara produktif.

Proses panen aloevera
Proses pengupasan daging pelepah aloevera.

Program pemberdayaan aloevera ini dimulai sejak awal tahun 2022. Secara resmi, program ini tercatat diluncurkan pada April 2022. Alasan memilih aloevera sebagai objek pemberdayaan adalah karena program serupa telah berjalan baik sebelumnya di Yogyakarta. Selain itu, Malang yang terkenal dengan kawasan wisata dengan berbagai macam olahan makanan dan minuman buah, menjadi potensi pasar yang baik. Di samping itu, minuman segar berbahan dasar aloevera belum tersedia di seluruh Malang.

“Sebelumnya, lahan ini merupakan kebun apel. Kita ada sekitar 1000 pohon apel. Saya mencoba melakukan riset selama sekitar 3 tahunan, ternyata apel itu tidak produktif. Di samping itu, harganya semakin turun dan banyak pesaingnya. Kemudian terinspirasi dari program ekonomi milik Dompet Dhuafa di Yogyakarta yaitu aloevera. Akhirnya setelah melakukan berbagai riset, kami ganti kebun ini menjadi kebun aloevera,” tutur Hamdan mengisahkan.

Proses pengupasan daging pelepah aloevera.

Siang itu, Rabu (23/8/2023), tiga wanita tampak sedang melakukan proses produksi minuman segar aloevera di BMP. Tiga wanita tersebut merupakan penerima manfaat program pemberdayaan ini. Didampingi oleh Hamdan, ketiganya secara kompak dan beriringan mengerjakan tugas-tugasnya dengan cekatan.

Sambil terus mendampingi wanita-wanita itu, Hamdan menjelaskan bahwa tanaman aloevera ini sangat menarik baginya. Sebab, ternyata tanaman dari Jazirah Arab ini dapat dijadikan sebagai minuman segar pengganti nata de coco. Belum adanya produsen yang menjalankan produk ini, menjadikan produk ini memiliki pasar yang masih terbuka sangat luas.

“Produsen minuman segar dari sari buah di Malang memang sangatlah banyak, bahkan menjamur. Namun, saya sudah survey ke mana-mana, di Malang ini ya baru kami ini yang membuat produk minuman segar dari aloevera,” jelasnya.

Nampak gerbang depan BMP di Pujon, Malang.
Proses panen aloevera

Kebun aloevera di BMP saat ini memiliki luas sekitar 1000 meter persegi yang terbagi menjadi 4 kotak kebun. Tanaman berdaging pada pelepah daunnya ini mulai dapat dipanen pada umur 8-12 bulan setelah ditanam. Bagian yang diambil adalah pelepah yang paling tua, yaitu yang berada paling bawah. Sedangkan pelepah yang berada di bagian tengah ke atas dibiarkan saja untuk selanjutnya dipanen di kemudian hari jika sudah tua.

Nantinya, setelah melalui beberapa kali panen atau pengambilan pelepah, batang aloevera akan makin tinggi. Jika sudah terlalu tinggi, maka yang dilakukan adalah memotong batang hingga batas pelepah paling bawah, kemudian menancapkannya kembali ke tanah supaya membuat akar baru. Sedangkan batang dan akar yang sebelumnya dibuang. Ini mungkin sedikit mirip dengan metode tanam stek. (Dompet Dhuafa/Muthohar)

MALANG, JAWA TIMUR — Sistem pola penanaman aloevera sampai menjadi sebuah produk minuman SUEGEERRR dalam kemasan di Pujon, Malang ini sama seperti yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta. Hamdan yang menerapkannya. Kemudian, ia mengembangkannya bersama tiga wanita penerima manfaat pemberdayaan ekonomi dari zakat produktif ini.

Ketiga penerima manfaat tersebut merupakan warga di sekitar Kawasan Bumi Maringi Peni (BMP). Mereka terpilih dari proses perekrutan penerima manfaat yang cukup fair, yaitu dengan menginfokan program ini kepada seluruh masyarakat desa melalui kepala desa serta ketua-ketua RT/RW setempat.

Awalnya, begitu banyak warga yang antusias menmgikuti program ini saat mulai dibuka. Ada sekitar 25 peserta yang terpilih untuk dapat mengikuti pelatihan. Mayoritasnya memang para ibu rumah tangga atau perempuan-perempuan yang hanya tinggal di rumah. Pada kesempatan itu, rangkaian kegiatan pelatihan dimentor langsung oleh Alan Effendi, aktor pemberdaya aloevera di Dompet Dhuafa Yogyakarta.

Proses pemasakan nata de aloevera.
Proses pengolahan aloevera menjadi minuman segar kemasan.
Proses pengemasan nata de aloevera ke dalam kemasan gelas.

“Mereka ikut mendaftar, ikut pelatihan pembuatan minuman segar dari aloevera. Dari sekian peserta, ada 5 peserta yang kami rasa pantas untuk melanjutkan dan bergabung dalam program lanjutan pemberdayaan,” lanjut Hamdan.

Dari 5 orang tersebut dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama berisi 3 orang untuk memproduksi produk SUEGEERRR. Kemudian 2 lainnya mengerjakan di rumah masing-masing. Namun untuk bahan dasarnya, yaitu tanaman aloevera disediakan oleh BMP.

Hana (21) yang saat itu sedang memotong-motong daging aloevera menjadi balok-balok kecil menceritakan, dirinya tertarik bergabung di sini karena saat itu ia tidak memiliki kegiatan, atau dalam istilah lainnya “menganggur”. Motivasinya adalah karena ia ingin memiliki aktivitas di luar rumah selain hanya membantu pekerjaan-pekerjaan rumah.

Proses pengemasan nata de aloevera ke dalam kemasan gelas.
Hana di depan rumah produksi SUEGEERRR.

“Saya putus sekolah. Jadinya di rumah itu tidak ada kerjaan. Tidak bisa juga mencari pekerjaan. Jadi saya ikut saja ada pelatihan pembuatan minuman lidah buaya. Alhamdulillah sampai sekarang masih terus di sini,” ucapnya.

Saat ini, selain memproduksi SUEGEERRR, Hana juga sedang mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa di BMP. Motivasinya untuk berkembang sangat lah kuat, sehingga setiap ada kegiatan pelatihan yang diadakan Dompet Dhuafa di BMP, ia sangat antusias untuk selalu mengikuti. Ada pula Program Guru Hebat yang diadakan BMP untuk sertifikasi guru ngaji dengan metode Ummi. Hana pun mengikutinya dan berhasil lulus.

“Justru senang setiap hari ke BMP. Ikut membuat minuman aloevera, ikut pelatihan menjahit, terus juga ikut ngaji di TPA kalau sore. Malah senang,” imbuhnya. (Dompet Dhuafa/Muthohar)